Selasa, 28 Juli 2009

Angkringan Style

Tempat nongkrong tradisional segi sosial tingkat atas..wajah inspirasiku. yaa… tepatnya memang untuk segala kalangan dan usia, banyak kita jumpai di pinggir jalan di Jogjakarta dan sekitarnya. Bisa dianggap salah satu tempat favorit saya dan teman-teman cakadut/ngocol sambil ngemil krupuk,gorengan atau makan nasi kucing. Biasanya kalau dah nongkrong di angkringan, banyak hal yang diobrolkan dari “A” sampai “Z” mulai serius sampai “gojek kere” (humor ala rakyat kecil). Suasana seperti inilah bukan hanya sekedar untuk kebutuhan perut tapi terkadang yang membuat muncul inspirasi2 gagasan baru untuk lebih akan kebutuhan bersosialisasi. Memang terkadang dengan desak-desakan dengan kursi kayu panjang yang sempit dan meja pas-pasan tetapi tetap bersuasana hangat kekeluargaan (kecuali dekat kompor/ceret, nanas hi.hi.). Walaupun hanya dengan cahaya lampu teplok tetapi tetap romantis.

Sekarang sudah cukup banyak kita jumpai bermunculan di wilayah jogja warung makan berkonsepkan angkringan, apa ini yang disebut sebuah inovasi? Tetapi akan banyak pertanyaan yang muncul dari segi tempat, menu, dan harga pastinya. Kalau pertimbanganku rumah makan mencoba berkonsepkan angkringan tanpa ada grobak (identitas angkringan) walaupun ada pengembangan fasilitas yang lebih dari konsep tersebut, itu hanya sekedar menjual “nama” dan suasana saja. Faktor yang muncul yaitu sulitnya mengatur menu berimbas dengan harga, maka akan lepas dari kosep itu sendiri. Sedangkan angkringan sendiri sudah melekat kekhasannya baik dari menu makanan ala rakyat kecil, tempat ceret, lampu teplok dan grobak karena suatu hal yang mutlak, unik radikal, dan berbudaya.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

dcoba 2!
jgn2 wktu liat menu sego kucing rp.5rb..wih!!pdhl d angkringan biasa cm serb..
kali2 bwt balikin modal bangunan.hiii

Hawk Style mengatakan...

wah ntuh namanya salah konsep

Anonim mengatakan...

dikon nambah grobakke' wae..beresss tho?

Distance Learning Management mengatakan...

Silaturahim sahabat... :)